Jumat, 08 Maret 2013

Bencana Akibat Iklim 2010 Tewaskan 21 Ribu Orang

WASHINGTON--Bencana terkait-iklim telah menewaskan sekitar 21 ribu  orang dalam sembilan bulan pertama tahun ini, dua kali lipat lebih dari jumlah kematian akibat yang sama pada 2009, demikian organisasi kemanusiaan Oxfam melaporkan, Senin.

Laporan itu, yang dikeluarkan pada waktu yang bertepatan dengan awal pembicaraan internasional untuk mengatasi perubahan iklim di Cancun, Meksiko, menyebut banjir di Pakistan, kebakaran dan gelombang panas di Rusia serta peningkatan permukaan air laut di negara pulau Tuvalu di Pasifik sebagai contoh konsekuensi-konsekuensi mematikan dari perubahan iklim itu.

Putaran baru pembicaraan iklim PBB itu akan menyetujui serangkaian terbatas masalah yang membagi ekonomi-ekonomi kaya dan miskin, khususnya dalam pendanaan, pengawetan hutan hujan tropis dan persiapan bagi dunia yang memanas.  Pembicaraan itu juga akan berusaha untuk menyusun sasaran-sasaran guna mengekang emisi gas rumah kaca.

Pembicaraan iklim tahun lalu di Kopenhagen berakhir dengan sebuah perjanjian global yang tidak mengikat, dan harapan-haraan pada pembicaraan tahun ini rendah. Para anggota parlemen Amerika Serikat tak munkin akan mempertimbangkan perundangan untuk menciptakan sistem "cap-and-trade" guna mengekang emisi pemanasan global.

Oxfam masih mengemukakan laporannya sebagai bukti bahwa tindakan cepat diperlukan untuk meredakan dan beradaptasi dengan perubahan iklim. "Negara-negara sebaiknya mengidentifikasi cara-cara baru untuk mengumpulkan miliaran dolar yang dibutuhkan, seperti menarik pajak dari emisi penerbangan dan pelayaran internasional yang tak diatur dan menyepakati Pajak Transaksi Keuangan di bank-bank. Lebih cepat uang dikirim, akan lebih murah mengatasi perubahan iklim," kata Tim Gore, pengarang laporan itu, dalam satu pernyataan.

Kejadian-kejadian pada 2010 sejalan dengan harapan-harapan yang terinci dalam laporan 2007 oleh Panel Antar-pemerintah PBB mengenai Perubahan Iklim, yang menyebutkan gelombang panas lebih berat, kebakaran hutan, banjir dan meningkatnya permukaan laut adalah mungkin.

Oxfam mengatakan banjir di Pakistan telah menggenangi sekitar seperlima negara itu, menewaskan 2.000 orang dan berdampak terhadap 20 juta orang, menyebarkan penyakit serta menghancurkan rumah, tanaman, jalan dan sekolah, dengan kerusakan kira-kira senilai 9,7 miliar dolar.

Di Rusia, Oxfam mengatakan, suhu udara melampaui rata-rata jangka-panjang dengan 14 derajat Fahrenheit (7,8 derajat Celcius) pada Juli dan Agustus, dan angka kematian harian di Moskow dua kali lipat menjadi 700. Sekitar 26 ribu kebakaran hutan menghancurkan 26 persen tanaman terigu, yang mendorong larangan terhadap ekspor.

Warga Tuvalu yang terletak rendah, tempat laut naik dengan sekitar 0,2 inci (5 hingga 6 mm) setiap tahun, terbukti sulit untuk meningkatkan panen bahan pokok karena air garam merembes ke ladang-ladang pertanian, kata Oxfam. Sebagai akibatnya, mereka lebih mengandalkan pada masakan-makanan impor yang telah diproses, demikian menurut laporan tersebut.



http://www.republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar